Hukum Cairan yang Keluar dari Farji (Kemaluan Wanita)
Oleh: Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullaahu
Fadhilatusy Syaikh ditanya:
Apakah
cairan yang keluar dari kemaluan wanita suci atau najis? Apakah
membatalkan wudhu? Sebagian wanita meyakini bahwa keluarnya cairan
tersebut tidak membatalkan wudhu.
Beliau menjawab:
Yang nampak setelah saya melakukan pembahasan bahwa cairan yang keluar dari kemaluan wanita, jika keluarnya bukan dari kandung kemih tetapi dari rahim maka hukumnya suci, akan tetapi membatalkan wudhu meskipun ia suci. Karena tidak dipersyaratkan pembatal wudhu itu harus sesuatu yang najis. Contohnya kentut yang keluar dari dubur manusia, tidak ada bentuknya akan tetapi membatalkan wudhu.
Oleh karena itu, jika keluar cairan tersebut dari kemaluan seorang
wanita sedangkan dia dalam keadaan suci (dengan wudhu), maka wudhunya
batal dan dia wajib memperbaharui wudhunya. Jika terus-menerus keluar,
maka dihukumi tidak membatalkan wudhu, akan
tetapi jika dia hendak maka tidak boleh berwudhu kecuali setelah masuk
waktu shalat yang akan dia laksanakan, baik untuk shalat wajibnya maupun
sunnahnya ataupun jika hendak membaca Al-Qur’an, serta dibolehkan
baginya melakukan perkara-perkara yang mubah.
Para ulama berpendapat demikian juga bagi mereka yang terkena penyakit salasul baul(kencing yang terus menerus keluar).
Inilah hukum cairan (dari kemaluan wanita) tersebut ditinjau dari
sisi sucinya, maka cairan tersebut tidak menajisi pakaian tidak pula
badan.
Adapun hukumnya dari sisi wudhu, maka membatalkannya, kecuali jika terus-menerus keluar. Akan tetapi jika dia hendak shalat maka jangan berwudhu sebelum masuk waktu, dan hendaknya dia menjaga cairan tersebut (agar jangan tercecer kemana-kemana, pen).
Adapun jika keluarnya terputus-putus, misalnya biasa terhenti pada
waktu-waktu shalat, maka dia mengakhirkan shalatnya pada waktu cairan
tersebut terhenti, selama dia tidak khawatir keluar waktu. Jika khawatir
keluar waktu, maka dia sumbat saluran cairan tersebut, kemudian (wudhu)
dan shalat. Tidak ada bedanya keluarnya sedikit atau banyak, karena
semuanya keluar dari lubang kemaluan, maka sedikit ataupun banyak tetap
membatalkan wudhu.
Adapun keyakinan sebagian wanita bahwa keluarnya cairan tersebut
tidak membatalkan wudhu, maka aku tidak mengetahui sandaran pendapat ini
kecuali ucapan Ibnu Hazm rahimahullaah, di mana beliau berkata: “Sesungguhnya dia tidak membatalkan wudhu.”
Akan tetapi beliau tidak menyebutkan dalil akan pendapatnya tersebut.
Kalau seandainya ada dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah ataupun pendapat
para shahabat niscaya ucapan beliau bisa dijadikan hujjah.
Dengan itu, wajib bagi seorang wanita untuk bertakwa kepada Allah dan
bersemangat untuk menjaga thaharahnya, karena shalat tidak akan
diterima tanpa thaharah, walaupun shalat seratus kali.
Bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa orang yang shalat tanpa
thaharah hukumnya kafir karena dia termasuk telah mengolok-olok
ayat-ayat Allah.
Artikel di sadur dari : kaahil.wordpress.com
*******
Cairan yang Keluar Setelah Haidh | Masalah Keputihan
oleh Al-Ustadz Abu Muawiah Hammad
Soal :
Assalamualikum ww.
perempuan jika selesai haid akan mengeluarkan cairan lengket putih seperti nasi. apakah itu najis? bolehkan shalat dengan CD yang terkena cairan tsb? terima kasih
Jawab :
Waalaikumussalam warahmatullah.
Yang nampak itu adalah tanda sucinya dia dari haid. Dia bukanlah najis karena tidak ada dalil -sepanjang pengetahuan kami- yang menyatakan najisnya, wallahu a’lam.
Soal :
Assalamualaikum ustaz
ana mau tanya:kalau keputihan itu termasuk yg mana?yang kata ustazah kalau kita lagi solat,kluar maka batal wudlunya,tp tidak najis
Jawab :
Waalaikumussalam warahmatullah.
Ada silang pendapat di kalangan ulama mengenai keputihan. Hanya saya pendapat yang lebih tepat adalah bahwa keputihan bukanlah najis dan bukan pula pembatal wudhu jika dia keluar bukan saat masa haid. Wallahu a’lam
Soal :
Assalamu’alaykum ustadz..
Saya seorang wanita, dan sering sekali mengalami keputihan. Apakah itu termasuk mani, madzi, atau wadi?
Apakah keputihan termasuk najis? Jika iya, bagaimana cara mensucikannya? Apakah kita sudah suci bila kita hnya menyiramkan sdikit air diatas celana yg trkena kputihan, namun air tsb tidak mengalir (hanya merembes di celana) tp zat dan baunya sdh hilang?
Kemudian, apa ciri2 mani wanita? Bgaimana membedakan dgn madzi wanita? Karna sampai sekarang, saya tdk pernah mengeluarkan cairan yg memancar kecuali air kencing. Dan apabila ustadz bilang baunya berbeda, maka keputihan yg saya alami terkadang memiliki warna dan bau seperti ciri2 mani yang ustadz sebutkan di artikel. Mohon bantuannya.
Pertanyaan berikutnya agak menyimpang dari artikel. Apakah binatang2 yg hidup di tempat kotor dan najis seperti kecoa, tikus, lalat, dan cacing termasuk najis? Apabila kita terkena binatang2 itu, perlukah kita mencuci bagian yg terkena tsb? Bgaimana juga dgn hukum kotoran mrk?
Afwan kalau pertanyaan saya terlalu banyak. Saya hanya ingin menambah ilmu. Jazakallah khairan atas jawabannya ustadz :)
Jawab :
Waalaikumussalam warahmatullah
1. Keputihan, jika dia keluar pada masa haid maka dia dihukumi haid, tapi jika keluarnya di luar masa haid maka dia tidak dihukumi apa-apa, dia bukanlah najis dan bukan pula pembatal wudhu menurut pendapat yang dikuatkan oleh Asy-Syaikh Musthafa Al-Adawi. Hal itu karena hal ini juga dialami oleh para sahabiyat akan tetapi tidak ada satupun nash yang menunjukkan Nabi memerintahkan mereka untuk berwudhu, wallahu a’lam.
2. Silakan baca komentar-komentar dan jawabannya, insya Allah ada keterangan tambahan yang akan saudari dapatkan.
3. Semua hewan yang disebutkan itu bukanlah najis karena tidak ada dalil yang menunjukkan najisnya mereka. Karena hukum asal segala sesuatu adalah suci sampai ada dalil yang menyatakan najisnya.
Artikel di sadur dari : kaahil.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar