Jumat, 01 Juni 2012

Keutamaan dan Kemuliaan Ilmu point 150

Entri ini di sadur dari ebook Kunci Kebahagiaan nya Ibnu Qayyim, bab II, Keutamaan dan Kemuliaan Ilmu point 150, tentang ulama yang masuk surga tanpa hisab; jawaban penjelasan sanggahan dari kaidah 'orang yang tidak berilmu lebih ditolerir dan diberi dispensasi daripada ulama'.

Orang yang telah berbuat banyak kebajikan dan punya pengaruh/jasa yang nyata dalam Islam layak diberi ampunan dan maaf serta toleransi melebihi orang lain. Karena, maksiat adalah kekejian dan kotoran. Dan bila air mencapai ukuran dua qullah, maka air itu tidak akan mengandung kotoran. Berbeda dengan air yang sedikit, ia tidak sanggup membawa sedikit pun kotoran dan najis.

Atas dasar inilah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada Umar,
"Siapa tahu barangkali Allah Subhanahu wataala telah berfirman kepada ahli Perang Badar,
'Berbuatlah sesukamu. Aku telah mengampuni kamu." (HR. Bukhari)
Inilah yang menghalangi Rasulullah untuk membunuh seseorang yang mengkhianati beliau dan kaum muslimin serta yang telah melakukan dosa sebesar itu. Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam tidak membunuh orang tersebut karena, orang itu termasuk di antara mereka yang mengikuti Perang Badar. Ini menunjukkan bahwa sebenarnya, alasan untuk menjatuhkan hukuman telah ada, namun hukuman itu tidak diteruskan karena dia punya jasa yang besar (yaitu keikutsertaannya dalam Perang Badar).  
Kesalahan besar itu terampuni karena kebajikan-kebajikan yang ada padanya. 
Lihatlah Musa! Seorang nabi yang mendapat julukan Kalimurrahman  ini melemparkan papan yang di dalamnya terdapat tulisan Kalamullah ke tanah hingga pecah berantakan, menampar mata malaikat maut sampai tercongkel, dan dia mengkritik Tuhannya tentang diri Nabi Muhammad pada malam Isra' dan Mi'raj. la berkata, "la adalah pemuda yang diutus setelahku, tapi umatnya yang masuk surga lebih banyak dari umatku." Dia menjambak jenggot saudaranya, Harun, dan menariknya padahal dia adalah nabi. Tapi, semua perbuatan ini tidak mengurangi nilainya di hadapan Tuhan. Tuhannya tetap memuliakan dan mencintainya. Urusan
yang diemban Musa, musuh yang dihadapinya, kesabaran yang dimilikinya, dan juga penderitaan yang ditanggungnya karena ia berjuang di jalan Allah Subhanahu wataala tidak dapat dipengaruhi nilainya oleh kesalahan-kesalahan seperti di atas. Perbuatan-perbuatan tersebut tidak menurunkan martabatnya.

Hal ini dimaklumi oleh manusia. Dalam fitrah mereka tertanam bahwa orang yang telah melakukan ribuan kebajikan patut ditolerir bila melakukan satu-dua kesalahan. Harus-tidaknya dijatuhkan hukuman atas kesalahan orang semacam ini tarik-menarik dengan harus-tidaknya menyampaikan rasa terima kasih atas kebajikan yang selama ini ia perbuat. Pada kasus seperti ini, faktor berterima kasih lebih diunggulkan, seperti dikatakan,
"Jika seorang kekasih melakukan satu kesalahan 
Maka kebaikannya datang dengan seribu penebus."
Yang lain berkata,
"Jika hanya satu perbuatannya yang menyakltkan  
Maka sangat banyak perbuatannya yang menyenangkan"

Pada hari kiamat, Allah Subhanahu wataala menimbang kebaikan dan keburukan seorang hamba. Mana yang lebih berat timbangannya itulah yang menentukan nasibnya. Dia akan memperlakukan orang yang punya banyak kebajikan dan yang mengutamakan cinta serta ridha-Nya namun terkadang kalah oleh dorongan tabiat kemanusiaannya dengan perlakuan yang toleran dan maaf yang berbeda dengan yang diperbuat-Nya terhadap orang-orang selain mereka. Juga, bila ulama tergelincir dalam kesalahan, ia dapat kembali dengan baik dan bertobat. Ia seperti dokter jenius, yang mengerti penyakit, sebab-sebabnya, dan pengobatannya. Hilangnya penyakit itu dari orang seperti ini lebih cepat daripada hilangnya dari seorang tak berilmu. Ditambah lagi dia punya pengetahuan yang dapat menghapus dosa, melemahkan tuntutan dijatuhkannya hukuman, dan menghilangkan bekasnya.
 

Pengetahuan itu adalah tentang perintah Allah subhanahu wataala, pembenaran akan janji dan ancaman-Nya, takut kepada-Nya, penghalangan dirinya melakukan dosa terhadap-Nya, yakin bahwa Allah mengharamkannya dan dia punya Tuhan yang mengampuni dosa dan menuntunnya ke jalan yang benar, dan seterusnya, yang tergolong hal-hal yang dicintai Tuhan. Ini berbeda dengan orang jahil yang tak punya pengetahuan akan hal itu. la hanya tahu gelap dan buruknya dosa serta pengaruh-pengaruhnya yang negatif. Tentu tidak sama antara orang pertama dan kedua. Inilah titik perbedaannya. Jelas bahwa kedua hal itu benar dan tidak ada
kontradiksi antara keduanya. Tapi, karena kebodohannya seorang bodoh lebih besar keburukan dosanya dibanding seorang ulama. Juga karena tak ada sesuatu pun dalam diri orang bodoh yang bisa melawan kesalahannya dan menghilangkan pengaruh dosa tersebut. Keburukan dalam dua hal ini sama-sama disebabkan oleh kebodohan dan akibat kebodohan itu. Juga karena lemah serta sedikitnya keilmuan seseorang serta konsekwensi yang diakibatkannya. Ini bukti sangat jelas tentang kemuliaan dan keutamaan ilmu. Wa billaahit taufiq.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar