Syaikh -semoga Allah mengampuninya- ditanya: Terkadang
ada orang yang mengetahui tentang suatu hal lalu memerintahkan orang lain untuk
mengerjakannya, padahal ia sendiri tidak mengerjakannya baik itu hukumnya wajib
maupun sunnah. Halalkah baginya untuk memerintahkan sesuatu yang tidak ia
kerjakan? Wajibkah bagi orang yang diperintah untuk melaksanakan perintahnya
atau bolehkah ia menyanggahnya dengan alasan orang ini tidak melaksanakannya,
selanjutnya ia tidak mengerjakan apa yang dia perintahkan sebagai konsekuensi
hal di atas?
Di sini ada dua perkara:
Perkara yang pertama, orang yang mengajak kepada
kebaikan tapi ia tidak mengerjakannya. Kita katakan kepadanya: Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا
تَفْعَلُونَ. كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لا
تَفْعَلُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan
sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu
mengatakan apa- apa yang tidak kamu kerjakan.” (Ash-Shaf:
2-3)
Saya heran bagaimana seseorang yang meyakini bahwa hal
ini adalah suatu kebenaran dan meyakini pula merupakan ibadah kepada Allah dalam
rangka mendekatkan diri kepada-Nya dan dia beriman bahwa dia adalah seorang
hamba Allah lantas ia tidak mengerjakannya. Ini adalah suatu hal yang
mengherankan dan menunjukkan sifat kebodohan. Ia layak mendapatkan teguran dan
celaan, berdasarkan firman Allah,
لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ
“Mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu
perbuat?”
Kita katakan kepada orang ini: “Engkau berdosa lantaran
engkau tidak mengerjakan amalan yang telah engkau ketahui dan engkau serukan.”
Sekiranya engkau memulai dari dirimu, tentunya tindakan itu menunjukkan
kepahaman dan hikmah.
Perkara yang kedua, berkenaan dengan orang yang
diperintah (untuk melakukan perbuatan itu) tidak dibenarkan baginya untuk
membantah orang tersebut lantaran perbuatannya. Jika orang tersebut
memerintahkan kebaikan maka ia wajib menerimanya. Ia wajib menerima kebenaran
dari mana saja dan janganlah memandang rendah nilai keilmuan.
[Dinukil dari kitab Kitabul ‘Ilmi, Penulis Asy Syaikh
Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, Edisi Indonesia Tuntunan Ulama Salaf Dalam
Menuntut Ilmu Syar’i, Penerjemah Abu Abdillah Salim bin Subaid, Penerbit Pustaka
Sumayyah, hal. 148- 149]
Artikel disadur dari sunniy.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar